Latar Belakang
Terjadinya Perang Salib
Perang keagamaan selama
hampir dua abad yang terjadi sebagai reaksi umat Kristen di Eropa terhadap umat
Islam di Asia yang di anggap sebagai pihak penyerang. Perang ini terjadi karena
sejak tahun 632 sampai meletusnya Perang Salib sejumlah kota – kota penting dan
tempat suci umat Kristen telah diduduki umat Islam, seperti Suriah, Asia Kecil,
Spanyol, dan Sicilia. Disebut Perang Sali karena ekpedisi militer Kristen
mempergunakan salib sebagai symbol pemersatu untuk menunjukkan bahwa peperangan
yang mereka lakukan adalah perang suci dan bertujuan untuk membebaskan kota
suci Baitulmakdis (Yerusalem) dari tangan orang Islam.
Perang Salib
berpengaruh sangat luas terhadap aspek – aspek politik, ekonomi, dan social,
yang mana beberapa berpengaruh sampai masa kini. Adapun faktor – faktor utama
yang menyebabkan terjadinya Perang Salib adalah agama, politik, dan social
ekonomi.
1.
Faktor
Agama
Sejak Dinasti Seljuk merebut Baitulmakdis dari
tangan Dinasti Fatimiah pada tahun 1070, pihak Kristen merasa tidak bebas lagi
menunaikan ibadah ke sana. Hal ini disebabkan para penguasa Seljuk menetapkan
sejumlah peraturan yang dianggap mepersulit mereka yang hendak melaksanakan
ibadah di Baitulmakdis. Bahkan mereka yang pulang berziarah sering mengeluh
karena mendapat perklakuan yang kurang baik dari orang – orang Seljuk yang
fanatik. Umat Kristen merasa perlakuan penguasa Dinasti Seljuk sangat berbeda
dengan para penguasa Islam yang lainnya yang pernah menguasai kawasan itu
sebelumnya.
2.
Faktor
Politik
Kekalahan Bizantium sejak 330 disebut Constatinopel
(Istanbul) di Mazikart (Malazakird atau Malasyird, Armania) pada 1071 dan
jatuhnya Asia Kecil ke bawah kekuasaan
Seljuk telah mendorong Kaisar Alexius I Comneus (Kaisar Constaninopel) untuk
meminta bantuan kepada Paus Urbanus II dalam usahanya mengembalikan kekuasaanya
di daerah – daerah penduduk Dinasti Saljuk Paus Urbanus II bersedia membantu
Bizantium karena adanya janji Kaisar Alexius untuk tunduk dibawah kekuasaan
Paus di Roma dan harapan untuk dapat mempersatukan gereja Yunani dan Roma. Pada
waktu itu Paus memiliki kekuasaan dan pengaruh yang sangat besar terhadap raja
– raja yang berada dibawah kekuasaannya. Ia dapat menjatuhkan sanksi kepada
raja yang membangkang perintah Paus dengan mencopot pengakuannya sebagai raja.
Di pihak lain, kondisi kekuasaan Islam pada saat itu
melemah, sehingga orang – orang Kristen di Eropa berani mengabil bagian dalam
Perang Salib. Ketika itu Dinasti Saljuk di Asia Kecil sedang mengalami
perpecahan, Dinasti Fatimiah di Mesir dalam keadaan lumpuh, sementara kekuasaan
Islam di Spanyol semakin goyah. Situasi semakin bertambah parah karena adanya
pertentangan segitiga antara khalifah Fatimiah di Mesir, khalifah Abbasiyah di
Bagdad, dan amir Umayyah di Cordoba yang memproklamasikan dirinya sebagai
khalifah. Situasi yang demikian membuat penguasa – penguasa Kristen di Eropa
untuk merebut satu persatu daerah – daerah kekuasaan Islam, seperti dinasti –
dinasti kecil di Edessa ( Ar-Ruha’) dan Baitulmakdis.
3.
Faktor
Sosial Ekonomi
Pedagang – pedagang besar yang berada di pantai
timur tengah, terutama di kota Venezia, Genoa, dan Pisa berambisi untuk
menguasai sejumlah kota – kota dagang di pantai timur dan selatan Laut Tengah
untuk memperluas jaringan dagang mereka. Untuk itu mereka rela menanggung
sebagian dana Perang Salib dengan maksud menjadikan kawasan itu sebagai pusat
perdagangan mereka apabila pihak Kristen Eropa memperoleh kemenangan. Hal itu
dimungkinkan karena jalur Eropa aka bersambung dengan rute – rute perdagangan
di timur melalui jalur strategis tersebut.
Disamping itu stratifikasi sosial masyarakat Eropa
ketika itu terdiri tiga kelompok, yaitu kaum gereja, kaum bangsawan serta
ksatria, dan rakyat jelata. Meskipun kelompok terakhir ini merupakan mayoritas
di dalam masyarakat, tetapi mereka menempati kelas yang paling rendah.
Kehidupan mereka tertindas dan terhina, mereka harus tunduk kepada para tuan
tanah yang serig bertindak semena-mena dan mereka dibebani berbagai pajak dan kewajiban
lainnya. Oleh karena itu, ketika mereka dimobilisasi oleh pihak gereja untuk
turut ambil bagian dalam Perang Salib dengan janji akan diberikan kebebasan dan
kesejahteraan yang lebih baik apabila perang dimenangka, mereka menyambut
seruan itu secara spontan dengan berduyun – duyun melibatkan diri dalam perang
tersebut.
Selain
stratifikasi social masyarakat Eropa yang memperlakukan diskriminasi terhadap
rakyat jelata, pada saat itu Eropa berlaku hukum waris yang menetapkan bahwa
hanya anak tertua yang berhak menerima warisan. Apabila anak tertua meninggal,
maka harta waris harus diserahkan kepada gereja. Hal ini yang menyebabkan
populasi orang miskin semakin meningkat. Akibatnya, anak-anak yang miskin
sebagai konsekensi hukum waris yang mereka taati itu beramai-ramai pula
mengkuti seruan mobilisasi umum itu dengan harapan yang sama, yakni untuk
mendapat perbaikan ekonomi.
Tag :
Sejarah
0 Komentar untuk "Perang Salib"